Wednesday, April 30, 2008

Pura Ulun Danu


PURA ULUN DANU BATUR

I. PENDAHULUAN

Pelaksanaan persembahyangan dan pemujaan Karya Tawur Agung Meru Tumpang Solas (11), Ngenteg Linggih lan Pakelem ring Gunung, ring Segara Pura Ulun Danu Batur di Batur, perlu dikemukakan sosok Gunung dalam kepercayaan nenek moyang Bangsa-bangsa Bumi Nusantara pada era tradisi kecil atau Pra sejarah yang kemudian berlanjut memiliki titik temu dengan memiliki keyakinan era sejarah atau pada era tradisi besar yang ditandai dengan masuknya agama dan peradaban Hindu dari India pada awal abad masehi, terutama luluhnya kepercayaan nenek moyang bangsa-bangsa nusantara dengan ajaran filsafat Siwa Istis. Pada era tradisi kecil (Pra sejarah), menurut kepercayaan bangsa-bangsa bumi Nusantara (nenek Moyang Bangsa Indonesia), sosok gunung merupakan tempat suci (Stana) roh leluhur kita yang telah suci, sehingga selaras dengan kepercayaan Nenek Moyang Bangsa Indonesia pada saat itu. Gunung juga merupakan tempat suci berstananya Nenek Moyang kita yang suci berStana di gunung yang suci pula akan selalu memberikan perlindungan, keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi anak cucunya yang masih hidup di dunia dan selalu memuja roh nenek moyangnya. Kenapa gunung dianggap suci oleh nenek moyang Bangsa Indonesia pada waktu itu, karena gunung merupakan tempat yang tertinggi di Bumi, sesuai dengan kepercayaannya. Kemudian pada awal abad Masehi yang disebut pada era tradisi besar (Era Sejarah) yang ditandai dengan masuknya agama, keyakinan kebudayaan Hindu ke bumi nusantara ini, dengan Dewa-Dewanya sebagai Prabawa dan Ista Dewata Brahman (Hyang Widhi) juga selaras dengan ajaran Upadesa (Wiracarita, Itihasa dan Purana) adalah juga berStana atau berParahyangan di Gunung, dan gunung juga merupakan Parahyangan para Dewi sakti para Dewa itu.


II. GUNUNG SEBAGAI LINGGA ACALA DALAM FILSAFAT SIWA ISTIS

Bagaimana asal usul Gunung Agung, Gunung Batur di Bali Dwipa dan Gunung Rinjani di Seleparang Dwipa (Lombok).
Dalam beberapa sumber RIPTA PRASASTI yang tergolong Upadesa (Weda Pembantu), seperti Lontar Usana Bali, Lontar (Purana Bali) Lontar Babad, banyak juga dikemukakan asal usul Gunung di Bali Dwipa dan Seleparang dalam kontekstual Filsafat Siwa Istis, Gunung sebagai Lingga Acala dan Segara Danu sebagai Yoninya. Termasuk secara rinci ada pula dikemukakan dalam Lontar Kutarakanda Dewapurana Bangsul, dalam lontar Raja Purana Candi Supralingga Bhuana, secara pantion ada dikemukakan asal usul terjadinya Gunung Agung dan Gunung Batur di Bali Dwipa yang merupakan Parahyangan Dwilingga Giri dan Trilingga Giri.
Dalam konsep Tatwa ini akan berkembang konsep Catur Lingga Giri, Panca Lingga Giri, Sapta Lingga Giri, Asta Lingga Giri, Nawa Lingga Giri, dalam kontekstual eksistensi Gunung-Gunung di Bali Dwipa sebagai kawasan suci dan Lingga Acala dalam filsafat Siwa Istis, dan Gungun-gunung ini pula berlokasi Parahyangan (Pura-Pura) dalam konsep Purusa Peredana, Pura-Pura Catur Lokapala, Sad Kahyangan, Sapta Perelingga Giri Padma Bhuana di bali Dwipa. Dalam Lontar Candi Supralingga Bhuana secara pantion dikemukakan keadaan di Bali Dwipa dan Seleparang masih sunyi senyap, seolah-olah masih mengambang di tengah samudra yang luas, seperti keadaan perahu tanpa pengemudi oleg kesana-kemari tak tentu arahnya.
Pada saat itu di Bali Dwipa baru ada empat (4) buah gunung antara lain :
1. Bagian Timur Gunung Lempuyang.
2. Bagian Selatan Gunung Andakasa.
3. Bagian Barat Gunung Batu Karu.
4. Bagian Utara Gunung Beratan (Gunung Mangu)
Sehingga keadaan di Bali Dwipa pada saat itu masih labil dan goyah. Keadaan ini kemudian diketahui oleh Hyang Pasupati yang berStana / berParahyangan di Gunung Semeru, agar Bali Dwipa menjadi stabil (Tegteg), Hyang Pasupati kemudian memerintahkan Sanghyang Benawang Nala, Sanghyang Naga Antaboga, Sanghyang Naga Basukih dan Sanghyang Naga Tatsaka memindahkan sebagian Puncak Gunung Semeru ke Bali Dwipa. Sanghyang Benawang Nala menjadi Dasar Puncak Gunung Semeru yang akan dipindahkan ke Bali Dwipa. Sanghyang Naga Antaboga dan Sanghyang Naga Basukih menjadi tali pengikatnya. Sedangkan Sanghyang Naga Tatsaka disamping menjadi pengikat Puncak Gunung Semeru yang akan dipindahkan ke Bali Dwipa sekaligus menerbangkan dari Jawa Dwipa Wetan ke Bali Dwipa. Kemudian setelah tiba di Bali Dwipa bagian Puncak Gunung Semeru yang akan dibawakan dengan tangan kanan menjadi Gunung Udaya Purwata/Tohlangkir/Gunung Agung, yang dibawa dengan tangan kiwa menjadi Gunung Cala Lingga/ Gunung Tampurhyang/ Gunung Sinarata/ Gunung Lekeh/ Gunung Lebah/ Gunung Ideran/ Gunung Sari/ Gunung Inrakila/ Gunung Kembar/ Gunung Catur/Gunung Batur.
Kedua Gunung inilah kemudian terkenal sebagai Dwi Lingga Giri, yang kemudian menjadi Parahyangan Purusa Peredana. Selain memerintah Sanghyang Benawang Nala, Sanghyang Naga Antaboga, Sanghyang Naga Basukih dan Sanghyang Naga Tatsaka, Hyang Pasupati juga menugaskan Putra-Putranya ke Bali Dwipa. Putra-putra Hyang Pasupati yang ada di Bali Dwipa :
I. Dwi Lingga Giri Purusa Predana :
a. Pura Kahyangan Besakih (Purusa) Ngamel Urip Manusa.
b. Pura Kahyangan Ulun Danu Batur (Segara Danunya sebagai Predana) Ngamel Amerta
II. Tri Lingga Giri :
a. Pura Lempuyang Luhur (Brahma/Penasehat)
b. Pura Besakih (Siwa/Urip)
c. Pura Ulun Danu Batur (Wisnu/Amerta)
III. Sapta Lingga Giri
a. Hyang Geni Jaya Ring Gunung Lempuyang ParahyanganNya Pura Lempuyang Luhur (Brahma/Penasehat/Sinar)
b. Hyang Putra Jaya ring Gunung Udaya Parwata/Gunung Tohlangkir/Gunung Agung ParahyanganNya Pura Besakih (Urip)
c. Hyang Dewi Danuh ring Gunung Cala Lingga / Gunung Sinarata/ Gunung Tampurhyang/ Gunung Lekeh/ Gunung Inderan/ Gunung Sari/ Gunung Inrakila/ Gunung Kembar /Gunung Batur, ParahyanganNya di Pura Ulun Danu Batur di Batur (Amerta)
d. Hyang Tumuwuh ring Gunung Batukaru parahyanganNya di Pura Watukaru. (Wana)
e. Hyang Tugu Ring Gunung Andakasa ParahnyangaNya Pura Andakasa (Sarwa Mina)
f. Hyang Manuk Gumawang ring Gunung Beratan/ Puncak Mangu/ Puncak Tinggahan, ParahyanganNya Pura Ulun Danu Beratan/ Pura Tinggahan (buah-buahan/who-wohan)
g. Hyang Manik Gayang/ galang ring Pejeng ParahyanganNya Peura Manik Corong (Meneropong/ Nyorongin Semeton Ida Ring Gunung/ Sapta Lingga Giri).
Putra-putra Hyang Pasupati inilah yang kemudian menjadi Amongan, Sung-sungan dan panyiwian, Ratu muang Kaula di Bali Dwipa.
Salah satu Putra Hyang Pasupati yaitu Hyang Dewi Danu yang dalam bahasa Purana (Pura-Puranix) adalah Dewi Sri, Dewi Laksmi, Dewi Pratiwi dan Dewi Basundari yang semuanya merupakan Abiseka Dasa Nama sebagai Dewi Kesuburan, Dewi Kesejahteraan serta Dewi Keberuntungan Sakti Dewa Wisnu.
Dalam konsep filsafat Siwa Istis Gunung Batur merupakan Yasa Lingga Acala dan Segara Danu Batur merupakan Yasa Yoninya. Di Segara Danu dan Gunung Batur inilah Pengemong Pura Ulun Danu Batur di Batur menyelenggarakan Karya Tawur Agung Pemelaspas Meru Tumpang Solas (11), Ngeteg Linggih lan Pekelem ring Gunung muah ring Segara Pura Ulun Danu Batur di Batur pada hari Sukra Umanis Wara Merakih Wewilangan Tanggal 25 Nopember 2005 nyantos rahina Wrespati Wage Wara Medangkungan tanggal 8 Desember 2005.


III. KRONOLOGIS PEMBENTUKAN KALDERA BATUR

Gunung Bumbulan (bubulan, dungulan, Penulisan), Gunung Payang dan Gunung Abang menjadi satu dengan Gunung Batur Purba yang ketinggiannya 3500m dari permukaan laut. Amblasnya bagian atas kerucut yang membentuk Kaldera satu, kira-kira 2152 m dari permukaan laut dan merupakan sisa kerucut tubuh dari Gunung Batur Purba. Amblasnya yang kedua kali, kira-kira 20.150 tahun sebelum Masehi, dimana kerucut Gunung Payang, kerucut Gunung Bumbulan/Penulisan membentuk undag Kintamani. Inilah yang membentuk Kaldera terbesar dan terindah di Dunia dan berair (Menurut Pengelingsir-Pengelingsir Desa Pakraman Batur merupakan Danuanya/Tamannya Ida Bhatari Dewi Danu Sampai ke Penelokan), lama kelamaan timbul Gunung kecil berpuncak dua (anak Gunung Batur Purba) di tengah danau Batur (Puncak Kanginan dan Puncak Kawanan). Maka dari itu di desa Pakraman Batur ada Jro Gede Kanginan (Dijabat oleh Jro Gede Duhuran Puri Kanginan) dan Jro Gede Kawanan (Dijabat oleh Jro Gede Alitan Puri Kawanan).



1. NAMA GUNUNG SEBELUM BERNAMA GUNUNG BATUR BERPUNCAK DUA
a. Gunung Cala Lingga (Cala artinya tidak bergerak dan tidak dibuat oleh manusia, Lingga artinya Linggih Abadi tempat para Dewa).
b. Gunung Sinarata (Merata Kena Sinar)
c. Gunung Tampurhyang / Tempuh Hyang (Tampak Ida Betara, Tanda Ida Betara dalam perjalanan yang di Gogong oleh Pamucangan)
d. Gunung Lebah (Rendah)
e. Gunung Ederan (Dikelilingi Bukit)
f. Gunung Lekeh (Melingkar)
g. Gunung Sari (Inti/ Utama)
h. Gunung Indrakila (Dikelilingi oleh Munduk)
i. Gunung Kembar (Puncak Dua)
j. Gunung Catur (Gunung Merepat)
k. Gunung Batur (Suci)
2. CATATAN GUNUNG BATUR MELETUS
Menurut isi LONTAR RAJA PURANA PURA ULUN DANU BATUR di Batur, bagian Babad Pati Sora dijelaskan pada tahun Candra Sangkala :
a. Angeseng Sasi Wak yaitu Tahun Saka 110 (118 Masehi) Gunung Batur Meletus.
b. Wak Sasi Wak yaitu tahun Saka 111 (189 Masehi) Gunung Agung Meletus.
c. Wedang Sumiranting, ksiti yaitu Saka 114 (192 Masehi) Gunung Batur Meletus lagi.
d. Dari tahun 1804 sampai tahun 2000 Gunung Batur Meletus sebanyak 30 (tiga puluh) kali, dan yang paling dahsyat meletus pada tanggal 2 Agustus dan berakhir 21 September 1926 jam 23.00 yang laharnya menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur.

IV. PEMBERSIHAN SEGARA DANU LAN GUNUNG BATUR

Demikian selaras dengan tuntunan ketenangan, kesabaran dan keteguhan iman untuk mencari dan berusaha berbuat sekala niskala, Bakti Crada dengan ajaran Dharma dan Agama patut pula ditiru dipedomani sikap dan perilaku sang Pandita saat mencari dan mengejar Dharma. Kalau upaya itu dapat diusahakan seperti halnya oleh para peduluan dan pengelingsir krama Desa Adat Batur yang terus menerus dengan usaha tekun dan sabar untuk mencari sumber-sumber tuntunan pelaksanaan Upacara di Pura Ulun Danu Batur di Batur, pembersihan Segara Danu dan Gunung Batur, sebagai Lingga Acala dan Yoninya, akhirnya dapat ditemukan tuntunan pelaksanaan persembahan dan pemujaan pengaci-aci Karya pembersihan (Pemarisudha) Segara Danu Batur dan Gunung Batur menurut sumber sastra yang bertopik Siwa Sesana yaitu “Pemarisudha “ seyogyanya dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, bergilir dengan Para Subak-Subak/Pekaseh-Pekaseh/ Sang Mawerat dan Desa Pakraman di Bali Dwipa dengan Desa Pakraman Adat Batur.
Kalau kita simak dan kaji menurut sumber Lontar Siwa Sasana, yang pengungkapannya seperti Lontar pengeling-eling sudah pasti dapat disimpulkan bahwa Aci atau upacara ini yang pelaksanaannya di Segara Danu lan Gunung Batur.

Menurut perikan Lontar Siwa Sasana yang seperti lontar pengeling-eling itu antara lain bunyinya :

“………..yan meling sang mawa Bhumi, rng pengastulan kahyangan ri Bhatari Shakti Dewi Dhanu – ring Tampurhyang, Wnang satunggil limang tmuang angada aken aci pebersihan, mabresihin ing segara meke wnangnya sang mawa Bhumi, anyiwakrana abhiseka Bhumi ring tampurhyang wnang sang satrya, arya, patih Bali, Brahmana, Budha, Brahmana iwih, angerti Iki, Bhegawan, Brahmana Bhau, satrya Abhiseka Ratu ……….”

Yang terjemahannya berarti : Kalau Raja (Guru Wisesa) terhadap pengastulan (Pemuspaan Jagat), Kahyangan Ida Bhetari Sakti Dewi Danu di Tampurhyang, setiap 5 tahun sekali melaksanakan Upacara pengaci-aci, pembersihan, penyucian, pekelem, penyucian Segara Danu sepatutnya, Raja (Guru Wisesa yang berkuasa) patut melakukan pemujaan (awiya Krana) pada kekuasaan di BhumiTampurhyang, dan juga sepatutnya dilaksanakan oleh para kesatrya, para Arya, para Pepatih di Bali, Para Brahmana, Bhuda, Brahmana Utama, yang melaksanakan ini juga Bhagawan Brahmana Bau (sulinggih Pegunungan), Satrya Abiseka, melaksanakan upacara pakelem di Segara Alit/Danu dikemukakan bahwa pengaci-aci karya pembersihan Segara Danu muang Gunung Batur adalah waktu pejenengan (berkedudukan sebagai Jro Gde Batur), Jro Ketut Tangkas, Jro Nyoman Gelgel, Jro Ketut Sangeh, Jro Gede Mangku Bukutan yang dijelaskan sebagai berikut :

“……….. kalepunika ketibenan aledangan sya karebhuta, karebutha, salaluran pahengmbudeng, bhetara ring puseh, Desane kirang pengaci-aci, duksanghyang shinuhun kidul yang miling sire ragawirage, kananing akanda, wruh ring betara brahma pahilihing prekempaning bhumi idedengen, anut ring rahika, samangkana kadi ring arep, mangda juga sire miling……”

Yang terjemahannya berarti : pada waktu itu masyarakat ditimpa kerusakan oleh (Pengerab dan ) pemutihan Butadengen Syakare, yang datang berbondong-bondong (Aseluran), karena krama Desa kekurangan Pengaci-aci ke hadapan Ide Betara di Puseh, (Parahyangan Berata Wisnu), dan pada waktu itu Sanghyang Sinuhun Kidul, mengetahui kelompok Butadengen Syakare (yang datang berbondong-bondong, yang akan menyebabkan ala/Kerusakan).
Lalu mengetahui bahwa Dewa Brahma yang menguasai perputaran Bhumi, yang menyebabkan pemurtian bhuta dengan syakare selaras dengan pergantian satuan (Rah) itu, seperti didepan agar ingat juga kehadapan Dewa Siwa. Kembali kita simak dan kaji lahir atau terselenggaranya yadnya (Persembahan) karya Pembersihan Segara Danu muang Gunung Batur adalah kerja segenap fungsionaris krama Desa Adat Batur dengan subak-subak Seleparang-Bali, pada khususnya dan masyarakat umat Hindu pada umumnya. Dari persembahan (Yadnya) ini, hujan turun, sumber mata air tegteg, segara Danu Batur menjadi tegteg pula, sehingga beberapa anak sungai menjadi tegteg pula.
Oleh karenanya tumbuh-tumbuhan sepanjang aliran anak sungai yang bersumber dari danau Batur itu menjadi subur pula. Termasuk sawah dan tanah tegalan menjadi subur pula, sehingga panen Phalabungkah dan Phalagantung menjadi berhasil dan melimpah, sehingga umat manusia dan makhluk hidup lainnya mendapat makanan yang melimpah pula. Sehingga umat manusia dan makhluk lain menjadi hidup makmur, sejahtera dan bahagia.


V. FUNGSI PURA ULUN DANU BATUR DAN PURA BATUR

Pesanakan Hyang Dana Tapa datang di Bali Dwipa.
(Sumber A.A Putra Shemara Puri Semara Bhawa, Bangli)
Pada abad ke-14, pada pemerintahan Sri Masula-Masuli antara Sri Gajah Wahana (1328-1369 M) serombongan pesanakan Hyang Dana Tapa dengan pengiring 1718 jiwa besar-kecil, tua-muda rombongan menuju Bali Tengah yaitu di sebuah lembah yang dikitari oleh munduk di sekitar gunung Indrakila, kini disebut gunung Batur.
Pertama rombongan dibagi menjadi 3 :
1. Di Cemara Ahli dalam Upacara/Upakara susila dan tatwa yang tertua Hyang Subali(Tempat Cemara sekarang di Banjar Yeh Mempeh). Dikenal dengan nama Cemara Melandang. Sumber dari Nang Saleh.
2. Di Yasa Tapa (Sekarang Pura Petapan di Desa Batur) yang dipimpin Hyang Nana Anom dan Hyang Carang Gadha.
3. Di alas Kenyeri (sekarang Pura Alas Arum di Desa Batur) yang dipimpin oleh Hyang Tapa Dana.
Betapa sangat tepat dipilihnya tempat tersebut karena menurut kepercayaan agama Hindu Gunung dan Danau menjadi tempat pemujaan Dewa-Dewa, konon sebagai Gunung Mahameru dari Jambu Dwipa (India) ke Bali Dwipa oleh Dewa-Dewa terjadi pada tahun 11 saka (89 M) dikisahkan selanjutnya bahwa pesanakan Hyang Dana Tapa yang datang ke Bali dan bermukim di sekitar Gunung Batur adalah dari golongan Wesnawa yang sudah tentunya memuja pada wisnu, maka dibangunlah tempat pemujaan secara sederhana pada jaman itu yaitu berupa bebatuan / Yoni (Tempat suci dari batu padas yang bagian atas rata / pertiwi) dan seluruh pengiring yang disebut Pasek Semeru bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Yadnya.
Pada jaman dahulu mempunyai pengertian bahwa Gunung dijadikan hulu dan dengan adanya bebaturan/Yoni tempat pemujaan kepada Wisnu maka warga pengempon mempunyai pengertian pemujaan Ulun Danu Batur (Karena Hunu Gunung Batur)
Demikian pula lama-kelamaan warga pengempon yang tadinya disebut Pasek Semeru lalu disebut Pasek Batur (Pesan Pengelingsir Desa Batur) di Desa Batur tidak diperkenankan mencari Kepasekan sudah menyungsung Ratu Gede Ngurah Kepasekan dan masyarakat dibagi dua : Bedanginan dan Bedawanan dapat di Desa Batur sekarang ada Panghulu Bedanginan dan Bedawaan dan ada juga Tempek Jero Batu Danginan dan Tempek Jero Batu Dauh.
Pura Ulun Danu Batur di Batur Panghuluanya : Jero Gede Mekalihan, Jero Balian Mekalihan, Jero Penyarikan Mekalihan ditambah 22 Jero Mangku, jumlahnya 28 orang, berhubungan langsung dengan para pepasihan-pepasihan (subak-subak yang ada hubungannya dengan Pura Ulun Danu Batur di Batur).
Pura Penataran Batur Penghulunya sareng 16 (Enam Belas) : Pulai 4 orang, Pemumpunan 4 orang, Pesagi 4 orang, dan Kedis/Dis 4 orang dan ditambah Kepala Desa yang sudah mediksa (Jero Mekel Jaba Jero) maka jumlahnya menjadi 17 orang. Antara Pura Ulun Danu Batur dan Pura Penataran Batur penghulunya menjadi 45 orang. Dengan demikian di Desa Pakraman Batur sangat populer sebutan :
1. Pepasihan/Subak sebanyak 45
2. Peduluan di Batur sebanyak 45
3. Suara Tengeran yang disuarakan jam 04.00 S.D 05.00 wita bersuara sebanyak 45 kemplungan.
4. Ida Betara-Betari yang melinggih di Pura Ulun Danu Batur dan Pura Penataran Batur berjumlah 45
5. Desa Setiman (45)
6. Bakti Medewasraya Ida Betara Katuran (45)
7. Tambahan Penduduk dari Dalem Waturenggong 45 pelaken (KK)
8. Upacara Dewa Yadnya diputus oleh 45 prajuru.
9. Upacara Manusa Yadnya diputus oleh 45 prajuru.
10. Upacara Buta Yadnya diputus oleh 45 Prajuru
11. UUD ‘45
Setiap Gunung Batur meletus krama Desa Pakraman Adat Batur mengadakan Upacara Bakti Pemendak Ida Batari Dewi Danu, karena Gunung Batur merupakan Lingga Acala Ida Batari dan setiap ada orang meninggal karena kecelakaan di kawasan Gunung Batur, di Desa Pakraman Batur mengadakan upacara Balik Sumpah untuk menyucikan kembali Gunung Batur yang merupakan Stana / Linggih Dewi Danu. Gunung Batur dan Danu Batur merupakan Lingga Yoni Ida Batari Dewi Danu, maka dari itu setiap lima tahun sekali sang Angawarat dan Subak-Subak/Desa Pakraman di Bali bergilir mengadakan upacara Bakti Pekelem pembersihan Gunung Batur lan Segara Danu Batur. Pada tahun 1999, Desa adat Batur Pernah mengadakan Upacara Bhakti Pekelem, karena masih ada perbaikan pelinggih Betara-Berati ring Danu maka pelaksanaan Bahkti Pekelem menjadi lambat pelaksanaannya, sehingga pada tahun 2005 baru dapat dilaksanakan kembali.


VI. TIRTA YANG ADA DI PURA ULUN DANU BATUR
Tirta-tirta yang ada di Pura Ulun Danu Batur meliputi :
1. Tirta Danu Gadang mengalir ke Tukad Jinah
2. Tirta Danu Kuning mengalir ke Tukad Campuan Ubud
3. Tirta Bantang Anyud mengalir ke Tukad Jinah dan Tukad Bubuh
4. Tirta Telaga Waja mengalir ke Tukad Telaga Waja (Rendang-Karangasem) disana terdapat Tirta Sah dan Tirta Salukat/Ketipat)
5. Tirta Pelisan mengalir ke Danau Beratan, Tamblingan dan Danau Buyan, mengairi sawah-sawah yang ada di kabupaten Buleleng.
6. Tirta Mengening untuk Pengelukatan.
7. Tirta Pura Jati, Tirta Suci sedunia menurut babad Pujangga Wesnawa.
8. Tirta Rejeng Anyar Tirta yang mengalir ke sungai Kabupaten Buleleng.
9. Tirta Mas Bungkah untuk pengobatan (sumber air panas dari Gunung Batur)
10. Tirta Mas Mampeh, menyebar di segala penjuru untuk para Subak di Bali sebagai Tirta Sawihin (Baru menanam padi, palabungkah, pala gantung) Tirta pengelanus dan tirta ngusaba nini/Desa.
11. Tirta Perapen untuk para Pande di Bali


VII. LETAK DESA BATUR DAN PURA ULUN DANU BATUR SEBELUM TAHUN 1926

Pada tanggal 2 Agustus dan berahir 21 September 1926 jam 11.00 Malam terjadi letusan yang besar tetapi gerakannya lamban akibatnya seluruh desa Batur terpendam dengan lahar, atas pertolongan pemerintah Hindia Belanda dan Narapidana serta Batuan Sendi Ida Betara (Bayung Gede, Sekardadi, Bonyoh, Selulung, Sribatu, Buahan, Kedisan, Abang, Trunyan dan lainnya), Gong Gede, Semar Kirang Bale Palinggih Mamas-Mamas (Tembok Lerontek) serta Pralingga Ida Betara saat itu dapat diselamatkan dan langsung diselamatkan ke Desa Bayung Gede selama beberapa tahun, selama mengungsi di Desa Bayung Gede pernah mengadakan Puja Wali sebanyak dua kali, kemudian masyarakat Batur ingin pindah ke tempat semula di bawah kaki Gunung Batur tetapi tidak diijinkan oleh pemerintahan Hindia Belanda Demi keselamatan Masyarakat, setelah beberapa tahun kemudian diberikan tempat yang baru oleh pemerintah Belanda yang disebut Karanganyar (Tempat Baru), untuk yang sudah berkeluarga mendapat tiga are dan yang sudah duda/janda mendapat 1,5 are. Setelah beberapa tahun akhirnya Krama Batur dapat menyelesaikan Pura Batur yang keadaan, serta posisinya sama dengan keadaan saat masih di bawah kaki Gunung Batur. Maka pada Bulan April 1935 dilaksanakan Ngusaba Kedasa pertama Kali di Pura Ulun Danu Batur di Batur.
Sekarang bukti tentang keberadaan Pura Batur di Bawah Gunung Batur berupa poto-poto yang tersimpan di negeri Belanda dan beberapa sudah terkirim ke Desa Batur seperti gambar denah pura ulun Danu Batur/Peta Gunung Batur dan Desa Batur, wantilan, Candi Bentar, Meru, Bale Pelinggih, saat masih berada di bawah kaki Gunung Batur dekat danau Batur.


VIII. TUJUAN DARI YADNYA PEKELEM RING SEGARA DANU

Yadnya Pekelem di Segara maupun di Segara Danu adalah sebagai persembahan kepada Sang Kala Sunia yang hakekatnya adalah Bhetara Baruna pada saat Beliau turun ke dunia menjadi Bhuta kala.
Menurut Lontar Dewa Tatwa, apabila melakukan Yadnya/Karya Ngatur, pada hari Penyineban diwajiban pengemong karya yang melaksanakan karya Nyatur, Mepiuning Ring Bhatara Baruna, Bahwa Karya Nyatur telah dilaksanakan, apabila hal ini tidak dilaksanakan maka Bhetara Baruna akan memerintahkan Sang Kala Sunia, untuk merusak Desa Pakraman dengan segala bentuk gangguan seperti wabah penyakit, hama tanaman menjadi rusak, malahan tidak menghasilkan apa-apa dan manusia juga diserang oleh berbagai jenis penyakit yang mengakibatkan kematian.
Disamping itu pula, apabila kita kembali pada konsep Tapak dara, yang hakikatnya adalah konsep keseimbangan, maka dapat dimengerti bahwa Yadnya Pakelem adalah Ungkapan rasa terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah memberikan kehidupan kepada umat manusia sepanjang tahun.
Oleh karena itulah di dalam Purana Batur disebutkan, setiap lima tahunsekali paling lambat, di segara Danu Batur harus dilaksanakan Yadnya Pakelem, agar air danau Batur yang merupakan sumber dari beberapa sungai seperti :
1. Tukad Jinah
2. Tukad Campuhan Ubud
3. Tukad Bubuh
4. Tukad Telaga Waja
5. Danau Beratan, Tamlingan, Danau Buyan yang airnya berasal dari Tirta Pelisan di Danau Batur.
6. Tirta Mengening untuk pelukatan.
7. Tirta Pura Jati, sebagai Tirta suci menurut Babad Bujangga Wesnawa.
8. Tirta Rejeng Anyar, mengaliri Sungai-sungai di Buleleng.
9. Tirta Mas Mampeh, menyebar ke seluruh Bali, yang digunakan oleh para subak seBali, sebagai Tirta Sawinih.
10. Tirta Perapen untuk seluruh Pande di Bali
11. Tukad Sangsang
12. Tukad Pekerisan
13. Dan semua sungai yang ada di Bali
Dapat seterusnya memberikan kehidupan dan kesejahteraan kepada seluruh umat manusia.
Setelah kita mengetahui sungai-sungai yang berasal dari Danau Batur, maka timbulah subak-subak sebagai suatu organisasi pengairan yang mengatur penggunaan air ke sawah-sawah.

Menurut Purana Bangsul
Danau pertama yang dibuat di Bali oleh Ida Sang Hyang Widhi adalah Danau Batur yang merupakan Danau terbesar di Bali dan tempatnya adalah di pegunungan ketinggian kurang lebih 1.000 meter diatas muka laut, sehingga menurut hukum gravitasi Bumi air dengan mudah mengalir ke daerah yang lebih rendah.
Sehubungan dengan Paham Siwa Istis yang kita anut, maka Siwa dilambangkan dengan Lingga dan Yoni, dimana Lingganya adalah Gunung Batur dan Yoninya adalah Segara Danu Batur.
Kembali untuk adanya Yadnya keseimbangan, maka disamping dilakukan pekelem di Segara Danu Batur sekaligus dilakukan pekelem di puncak Gunung Batur, sehingga dengan demikian diharapkan Yadnya yang dilakukan akan ngewindu dan mampu memberikan kesejahteraan kepada seluruh umat manusia, khususnya masyarakat Bali.
Seperti dikemukakan di muka, hakekatnya Pura Batur dan Danau Batur adalah Sungsungan Jagat Bali, sedangkan Desa Pakraman Batur hanyalah Pengemong dan bertugas Ngayah mewakili umat seluruh Bali.
Sedangkan pelinggih Dane Makalihan (Jro Gede Makalihan) bertugas mengingatkan umat, tentang Yadnya-Yadnya yang harus dilakukan di Batur, sesuai dengan purana Batur yang telah diturunkan secara tertulis dan selalu dipergunakan sebagai pedoman.


IX TIRTA IDA BATARI DANUH RING PURA ULUN DANU BATUR RIKALA WENTEN KARYA-KARYA (Upacara-Upacara) AGUNG RING PURA ULUN DANU BATUR DI BATUR LAN UPACARA KEMBAR BUNCING

1. Panca Wali Krama, Melabuh Gentuh , Sedana nyegjegang Batari Danuh Candi Narmada, Ida Betara lenga metirtan ring Segara Batubolong (Desa Canggu)
Mangkin ngandika Bhatara Indra ri semitone Ida Dewayu Mas Membah

…… Yen sira mawa nyaini ketibu beneng Kerisi genahe mawasta irtha Wisnu Mengalub, Cihnayang kesiden yayune apanga aad pasihe, apang kantenanga pasiraman yayune ring pengiring yayune, yen nyai duka di margi barise buncut nyai, kaping arepe cihnayang kesiden yayune asasih yayu lunga apanga ngiring bontote, cihnayang kasiden yayune yan panjak yayune kependek di pedesaan, cihnayang kasiden yayune apange ujan angina peteng libut…….

2. Mepelaspas Pelinggih Pralingga lan makarya Jan Banggul Ida Batara, Ida Batara Lunga ke Segara Kaler (Buleleng) yaitu Pura Labuan Aji, Pura Yeh Sanih, Pura Peginjongan.
3. Ada masyarakat Batur beranak dua kembar lan buncing
a. Yan kembar, Ida Betara lunga Nenjo Bubung ke Pura Pelisan Danu, dan Pura Batang Anyud.
b. Yan Buncing, Ida Berata Lunga ke Segara Kelod (Masceti) dan lain-lainnya.
4. Ada 11 Pura Pesanakan Pura Ulun Danu Batur yaitu :
a. Pura Sampian Wali
b. Pura Padang Sila/Pada Masila
c. Pura Pelisan
d. Pura Jati
e. Pura Toya Mas Bungkah
f. Pura Batu Rupit (Pura Batu Sepit)
g. Pura Taman Sari
h. Pura Toya Mas Mampeh
i. Pura Melanting
j. Pura Jaba Kuda
k. Pura Guna Lali
5. Yang Menjaga Pura-Pura di desa Batur :
a. Pura Batur dijaga oleh Pasek Kayu Putih-Cempaga
b. Pura Ulun Danu Batur dijaga oleh Pasek Kayu Selem
c. Pura Penulisan dijaga oleh Pasek Kayu Cemeng
d. Pura Jati dijaga oleh Pasek Kayu Ireng
e. Pura Taman Sari dijaga oleh Pasek Kayu Celagi Manis
Inilah yang disebut Pasek Gunung Batur Sahabat Dalem Bali
Demikianlah yang tercantum didalam Raja Purana Batur di Pura Ulun Danu dan Babad-babad lainnya.


HUBUNGAN PURA ULUN DANU BATUR DENGAN SUBAK-SUBAK DI BALI DAN PURA-PURA SERTA PURI-PURI DI BALI DWIPA

I. Hubungan dengan subak-subak
a. Sedangin Tukad Bayumala Kabupaten Buleleng ke Pura Ulun Danu Batur di Batur, sedauh Tukad Banyumala ke Gunung Beratan/Puncak Mangu.
b. Sedauh Tukad Unda Kabupaten Kelungkung ke Pura Ulun Danu Batur di Batur, Sedangin Tukad Unda ke Pura Besakih.
c. Tukad Pakerisan, Tukad Sangsang di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung ke Pura ulun Danu Batur di Batur.
d. Subak-subak yang ada di kabupaten Tabanan, Jembrana dan Karangasem

II. Hubungan dengan Pura-Pura yang ada di Bali Dwipa
a. Pura Ulun Danu Batur di Batur sangat erat sekali dengan Pura Masceti, Pura- Pura Ulunsui/pura subak, Pura Bedugul/Ulun carik Doa nya sama.
b. Hubungan kepada Pura- Pura lainnya dapat dibuktikan dengan adanya pelinggih-pelinggih Gunung Batur/ Gedong Takep, Batur Sakti, Batur Sari, Batur, Pelinggih Batur, Pura Baturan Agung, Batur Ning, Sari Batu/Sribatu, Batur Jati, Balai Batur dan Gunung Batur.
c. Ada persembahan untuk I Ratu Gede Ngurah Subandah (Konco) yang berdampingan dengan Pelinggih Ida Betari Dewi Danuh.

III. Hubungan dengan Puri-Puri
a. Adanya pelinggih Ida Dalem Batur Enggong di Desa Batur, di pura Penataran Batur Meru Tumpang Sembilan.
b. Adanya kisah Ki Balian Batur yang ditugaskan oleh Betari Danuh untuk mempersatukan Raja Klungkung/ Semarapura dengan Mengwi/Kawiapura.
c. Adanya kisah batu piak (I Tambyak) yang didapatkan di pura Penulisan
d. Adanya Paica dari Betari Batur berupa Tulup dan Pecut kepada keturunan Aditya Warman.
e. Pembunuhan burung gagak pada waktu pemerintahan Dalem Kelungkung dengan Tulup Paica Ida Bhatari Batur untuk membeunuh gagak itu.